BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
belakang
Umbi-umbian merupakan jenis komoditas
yang banyak ditemukan di Indonesia. Umbi terdiri dari beberapa jenis
diantaranya ada umbi batang, umbi akar, umbi udara, dan umbi lapis. Salah satu
contoh dari umbi lapis adalah bawang putih.
Bawang putih (allium Sativum) telah diketahui sejak lama dapat digunakan sebagai
bumbu masakan dan pengobatan. Banyak studi terbaru menunjukan efek farmakologis
bawang putih, seperti anti bakteri, anti jamur, hipolipidemik, hipoglikemik,
antitrombotik, anti oksidan dan anti kanker ( Song, 2001 ). Pada umbi bawang
putih mengandung zat aktif allicin
yang memiliki efek bakteriostatis dan bakteorisidal ( Untari, 2010 ).
Bawang putih yang berada dipasaran
tidak selalu berasal dari daerah
itu tetapi juaga terkadang dari tempat
yang cukup jauh, karena bawang putih tidak dapat tumbuh disegala kondisi dan
tempat, maka perlu untuk mengetahui
karakteristik fisik dari bawang putih guna pendistribuasian dan pengolahan yang
baik, berdasarkan paparan diatas maka dilaksanakanalah praktikum ini.
1.2
Tujuan
Untuk
memngetahui karakteristik fisik dari umbi lapis bawang putih
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.
Sejarah
bawang putih
Sejarah
Tumbuhan Bawang putih sebenarnya berasal dari Asia Tengah, diantaranya Cina dan
Jepang yang beriklim subtropik. Dari sini bawang putih menyebar ke seluruh
Asia, Eropa, dan akhirnya ke seluruh dunia. Di Indonesia, bawang putih dibawa
oleh pedagang Cina dan Arab, kemudian dibudidayakan di daerah pesisir atau
daerah pantai. Seiring dengan berjalannya waktu kemudian masuk ke daerah
pedalaman dan akhirnya bawang putih akrab dengan kehidupan masyarakat
Indonesia. Peranannya sebagai bumbu penyedap masakan modern sampai sekarang
tidak tergoyahkan oleh penyedap masakan buatan yang banyak kita temui di
pasaran yang dikemas sedemikian menariknya (Syamsiah dan Tajudin, 2003).
2.2.
Taksonomi
bawang putih
Kalasifikasi
bawang putih adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Devisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledone
Ordo : Liliales
Famili : Liliceae
Genus : Allium
Spesies :Alllium sativum
(Hutapea, 2000)
2.3.
Kandungan
kimia bawang putih
Bawang putih mengandung minyak atsiri yang
sangat mudah menguap di udara bebas. Minyak atsiri dari bawang putih diduga
mempunyai kemampuan sebagai antibakteri dan antiseptic. Sementara itu, zat yang
diduga berperan memberi aroma bawang putih yang khas adalah alisin karena
alisin mengandung sulfur dengan struktur tidak jenuh di dalam beberapa detik
saja terurai menjadi senyawa dialil-sulfida. Di dalam tubuh, alisin merusak
protein bakteri penyakit, sehingga bakteri penyakit tersebut mati. Allisin
merupakan zat aktif yang mempunyai daya antibiotika yang cukup ampuh ( Syamsiah
dan Tajuddin, 2003 ).
Tabel 2.1 Kandungan kimia
lain yan ada dalam bawang putih per 100 gr sebagai berikut menurut ( Syamsiah
dan Tajuddin, 2003 ):
Kandungan
|
Jumlah
|
|
Air
|
66,2
– 71,0 %
|
|
Kalori
|
95,0
– 122 kal
|
|
Protein
|
4,5
– 7 %
|
|
Lemak
|
0,2
– 0,3 g
|
|
Karbohidrat
|
23,1
– 24,6 g
|
|
Serat
|
0,7
%
|
|
Tiamin
( vit B1 )
|
Sedikit
|
|
Riboflavin
( vit b2 )
|
Sedikit
|
|
Asam
askorbat ( vit C )
|
Sedikit
|
|
*kalsium
|
26,00
– 42 mg
|
|
Kalium
|
346
– 377,00 mg
|
|
Natrium
|
16,00
mg
|
|
Zat
besi
|
1,40
– 1,50 mg
|
|
*bersifat
menenangkan sehingga cocok sebagai pencegah hipertensi.
2.4.
Aktivitas
anti bakteri
Hasil
penelitian Cavalito dan Bailey yang pertama kali dilakukan menunjukkan bahwa
adanya aktivitas antibakteri bawang putih terutama karena senyawa allicin.
Sensitivitas berbagai bakteri dan isolate klinis pada persiapan allicin murni
sangat signifikan. Seperti terlihat pada tabel 2.2,menunjukkan bahwa efek
antibakteri allicin adalah spectrum luas. Pada kebanyakan kasus, 50% mematikan
dosis yang konsentrasinya agak lebih tinggi dari yang dibutuhkan untuk beberapa
antibiotik. Menariknya, berbagai strain bakteri resisten terhadap antibiotic
seperti S.aureus yang resisten terhadap methicilin dan juga strain
enterotoxicogenik yang resisten terhadap berbagai jenis obat seperti sel
Escherichia coli, Enterococcus, Shigella dysenteriae, S. flexneri, dan S.
sonnei yang ditemukan sensitif akan allicin. Disisi lain, strain bakteri lain
sperti strain mucoid dari Pseudomonas aeruginosa, Streptococcus _ hemolyticus
and Enterococcus faecium ditemukan resisten terhadap aktivitas dari allicin.
Alas an dari efek resisten ini tidak jelas. Diasumsikan bahwa kapsul hidropilik
atau lapisan mukosa mencegah penetrasi dari allicin ke bakteri, tapi hal ini
perlu studi lebih lanjut ( Ankri Serge dan Mirelman David, 1999 ).
Allicin
adalah komponen sulfur teroksigenasi, terbentuk ketika siung bawang putih
dihancurkan. Alliin adalah prekursor stabil dari allicin dan tersimpan dalam
ruangan pada tanaman yang memisahkannya dari enzim alliinase (juga dinamakan
alliin lyase). Ketika dihancurkan, mereka bercampur dan alliin diubah degan
cepat menjadi allicin oelh aktivitas dari enzim ini ( Ankri Serge dan Mirelman
David, 1999 ).
Allicin
dipandang sebagai agen antibakteri yang ditemukan pada kandungan senyawa
ekstrak bawang putih, namun dapat menjadi tidak stabil , rusak dalam 16 jam di
suhu 23̊C. Tetapi, penggunaan ekstrak berbasis air dari allicin menstabilkan
molekul allicin. Hal ini dapat terjadi karena 2 faktor : Ikatan hydrogen dari
air ke atom oksigen reaktif di allicin dapat menurunkan ketidakstabilannya, dan
atau terdapat komponen yang dapat larut di bawang putih yg dihancurkan yg dapat
menstabilkan molekul ( Cutler RR, P Witson, 2004 ).
2.5.
Manfaat
bawang putih
Selain
sebagai penyedap makanan, bawang putih memiliki beberapa manfaat, seperti :
a. Potensi
Antidiabetes
Berdasarkan Laporan dari WHO, bawang
putih dapat digunakan untuk membantu pengobatan hiperglikemia. Menurut sebuah
laporan oleh Ryan et all, sepertiga pasien diabetes mengambil obat alternatif
yang mereka anggap berkhasiat, yaitu bawang putih yang paling umum digunakan.
Bawang putih konstituen yang disiapkan oleh berbagai cara telah terbukti
memiliki aktivitas antidiabetes. Pada pasien diabetes, dilaporkan bahwa minyak
bawang putih dapat memperbaiki hiperglikemia. Selain itu, berbagai prekursor
konstituen dialil sulfyda bawang putih, S-allyl- 16 sistein sulfoksida (allin),
telah terbukti memiliki efek hipoglikemik .
b. Potensi
Antimikroba
Sifat antibakteri yang dimiliki
bawang putih telah dikenal sejak lama. Berbagai persiapan bawang putih telah
ditunjukkan untuk spektrum luas dari aktivitas antibakteri terhadap bakteri
Gramnegatif dan bakteri Gram positif termasuk spesies Escherichia, Salmonella,
Staphylococcus, Streptococcus, Klebsiella, Proteus, Bacillus, dan Clostridium.
Bahkan bakteri seperti Mycobacterium tuberculosis sensitif terhadap bawang
putih.
c. Potensi
Antijamur
Pengenceran tinggi ekstrak Allium
sativum, atau bawang putih, telah terbukti memiliki fungistatic dan aktivitas
fungisida in vitro dan in vivo. Pada spesies ekstrak A. sativum yang banyak
digunakan untuk mengobati pasien dengan infeksi jamur sistemik. d. Potensi
Imunomodulator Allium sativum merupakan tanaman obat yang penting memiliki efek
imunomodulator.
d. Potensi
Anti inflamasi
Kehadiran berbagai konsentrasi
ekstrak bawang putih dan efek pada produksi sitokin leukosit yang diteliti
secara in vitro dengan menggunakan aliran multiparameter cytometry. Dengan
menghambat Th1 dan sitokin inflamasi sementara produksi IL-10, pengobatan
dengan ekstrak bawang putih dapat membantu untuk mengatasi peradangan yang
terkait dengan IBD ( Matthew, 2009 ).
2.6.
Dosis
Bawang Putih
Dosis efektif
penggunaan bawang putih tidak ditentukan. Secara umum, dosis yang digunakan
pada orang dewasa adalah 4 gram (satu sampai dua siung) bawang putih mentah per
hari, 300 mg bubuk bawang putih kering, 2 sampai 3 kali per hari atau
penggunaan ekstrak bawang putih 7,2 gram per hari ( Tattelman, 2005 ).
Berbagai
penelitian yang menggunakan bubuk bawang putih dengan dosis 600-900mg per hari,
yang mengandung 3,6-5,4mg allicin merupakan komponen aktif bawang putih.18 Saat
ini, terdapat beberapa preparat bawang putih di pasaran, meliputi garlic
powder, garlic oil, garlic raw; aged garlic extract merupakan preparat pilihan
untuk pengobatan hipertensi (Amagase H et al, 2001).
DAFTAR
PUSTAKA
Amagase
H et al. 2001. Intake of Garlic and Its Bioactive Components. Journal Of
Nutrition.
Tattelman
E. 2005. Health Effects of Garlic. Am. Family Physician.
Matthew,
Titus. 2009. Efficacy of Allium sativum (Garlic) Bulbs Extracts on Some Enteric
(Pathogenic) Bacteria. New York Science Journal.New York.
Cutler
RR, P Witson. 2004. Antibacterial Activity Of A New, Stable, Aqueous Extract Of
Allicin Against Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus. J Brititish of
Biomedical Science. London.
Ankri
Serge,Mirelman David. 1999. Antimicrobial Properties Of Allicin From
Garlic.Departemen of Biological Chemistry. Israel.
Syamsiah,Tajuddin.
2003. Khasiat & manfaat bawang putih raja antibiotik alam. Agromedia
Pustaka.
Hutapea J.R. 2000. Allium Sativum,Inventaris Tanaman
Obat Indonesia.Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta.
Song,
K. and J. A. Milner. 2001. The influence of heating on the anticancer
properties of garlic. Journal of Nutrition 131: 1054S–1057S
Untari,
Ida. 2010. “Bawang Putih Sebagai Obat Paling Mujarab Bagi Kesehatan”. Jurnal
Gaster, Vol.7 (1). Hal: 547 – 554.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar