LAPORAN ANALISIS BAHAN
PANGAN DAN HASIL PERTANIAN
ANALISIS TOTAL FENOL
BERBAGAI MACAM TEH METODE SPEKTROFOTOMETRI
Disusun oleh : Kelompok 3
Nama
|
Nim
|
Andri
Tri Madani
|
J1A116040
|
Nila
Elpiana
|
J1A116046
|
Willyam
Siringo Ringo
|
J1A116050
|
Amelia
Sari Sinaga
|
J1A116054
|
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAAN
FAKULTAS TEKNOLOGI
PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fenol
adalah senyawa dengan satu gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada cincin
aromatik (Fessenden dan Fessenden 1986). Fenolik merupakan metabolit sekunder
yang tersebar dalam tumbuhan. Senyawa fenolik dalam tumbuhan dapat berupa fenol
sederhana, antraquinon, asam fenolat, kumarin, flavonoid, lignin dan tanin
(Harborne 1996). Senyawa fenolik telah diketahui memiliki berbagai efek
biologis seperti aktivitas antioksidan melalui mekanisme sebagai pereduksi,
penangkap radikal bebas, pengkhelat logam, peredam terbentuknya oksigen singlet
serta pendonor elektron (Karadeniz et al.,
2005).
Aktivitas
antioksidan berbanding lurus dengan total fenol, semakin tinggi kandungan fenol
dalam suatu bahan semakin tinggi pula aktivitasnya sebagai antioksidan (Huang et
al., 2005). Hal ini juga didukung oleh penelitian Hadriyanto (2011) tehadap
kulit manggis (Garcinia mangostana L) yang menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang berbanding lurus antara kandungan total fenol dan aktivitas
antioksidan.
Fungsi
utama antioksidan digunakan sebagai upaya untuk memperkecil terjadinya proses
oksidasidan dari lemak dan minyak, memperkecil terjadinya proses kerusakan dalam
makanan, memperpanjang masa pemakaian dalam industri makanan, meningkatkan stabilitas
lemak yang tekandung dalam makanan serta mencegah hilangnya kualitas sensori dan
nutrisi. Lipid peroksidasi merupakan salah satu faktor yang cukup berperan dalam
kerusakan selama dalam penyimpanan dan pengolahan makanan (Hernani dan Raharjo,
2005)
Pengguna
anantioksidan untuk keperluan industri makanan belakangan ini semakin
meningkat. Akan tetapi peningkatan tersebut disertai oleh kekhawatiran akan
efek sampingan yang ditimbulkan oleh antioksidan tersebut, karena selama ini antioksidan
yang digunakan adalah anioksidan sintetik seperti BHA dan BHT (Adam, conchita dkk,
2013)
Antioksidan
akan menghentikan reaksi berantai radikal bebas dalam tubuh bergantung pada jenis
antioksidannya. Kelompok antioksidan berdasarkan mekanisme kerjanya dibagi menjadi
tiga, yaitu antioksidan primer, antioksidan sekunder, dan antioksidan tersier.
Mekanisme
kerjaanti oksidan berdasarkan kelompoknya :
a.
Antioksidan primer yang disebut juga antioksidan
enzimatis, meliputi enzim superoksida dismutase (SOD), katalase, glutation peroksidase
(GSH-Px) dan protein pengikatlogam. Mekanisme kerja antioksidan primer adalah menghambat
radikal bebas dengan cara memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa radikal
bebas pembentukan radikal bebas baru dengan cara mengubah radikal bebas yang
ada menjadi molekul yang kurang mempunyai dampak negatif. Sehingga memutus reaksi
berantai (polimerisasi) dan mengubah senyawa radikal menjadi lebih stabil. Kelompok antioksidan ini disebut
chain-breaking-antioxydant (Winarsi, 2007).
b.
Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan
non enzimatis, banyak terdapat sebagai komponen nutrisi sayuran dan buah-buahan.
Mekanisme kerja antioksidan sekunder adalah dengan cara memotong reaksi oksidasi
berantai dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya, sehingga radikal bebas
tidak bereaksi dengan komponen sel (Winarsi, 2007).
c.
Antioksidan tersier meliputi sistem enzim
DNA repair dan metionin sulfoksi dan reduktase. Enzim-enzim ini berfungsi dalam
perbaikan biomolekul yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas (Winarsi,
2007).
1.2 Tujuan
Tujuan
praktikum ini yaitu untuk mengetahui kandungan total fenol yang ada pada produk
the kayu aro dan menentukan konsentrasi dari sampel menggunakan analisis regresi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Teh
hijau (Camellia sinensis)
2.2.1.
Definisi
teh
Teh
(Camellia sinensis) merupakan salah satu jenis tanaman yang populer sebagai
minuman. Secara umum berdasarkan cara/proses pengolahannya, teh dapat
diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu teh hijau, teh oolong, dan teh hitam
(Rohdiana, 2009)
Teh
hijau adalah teh yang dalam proses pembuatannya tidak mengalami fermentasi. Teh
oolong adalah teh yang mengalami semi fermentasi yaitu diproses melalui
pemanasan daun dalam waktu singkat setelah penggulungan. Sedangkan teh
hitamadalah teh yang pada proses pembuatannya dengan atau mengalami fermentasi
penuh. 8 Dalam proses fermentasi ini katekin teh berubah menjadi molekul yang
lebih kompleks dan pekat sehingga memberi ciri khas teh hitam yaitu berwarna,
kuat, dan terasa tajam. Perbedaan pengolahan dari setiap teh menimbulkan adanya
perbedaan khususnya pada kandungan zat aktifnya yaitu polifenol. Urutan
kandungan polifenol mulai dari yang tertinggi sampai terendah yaitu teh hijau, teh
oolong kemudian teh hitam (Widyaningrum, 2013).
Senyawa
polifenol yang bersifat antioksidan dan terkandung dalam teh hijau dipercaya
oleh masyarakat memiliki berbagai khasiat seperti menurunkan risiko terkena
penyakit jantung, mencegah berbagai macam tipe kanker, membantu memperkuat sel darah
merah untuk mengirimkan oksigen ke jantung dan otak, serta membantu mengurangi
berat badan ( Felix, 2010 ).
2.2.2.
Daun
Teh hijau
Penelitian daun teh hijau (Camellia
sinensis), baik secara in vitro maupun in vivo menunjukkan bahwa polifenol teh memiliki
manfaat sebagai antioksidan, antimutagenik, antidiabetes, hipokolesterolemik,
antibakteri, antiinflamasi dan antikariogenik. Pada penelitian lain terungkap
pula bahwa daun teh hijau dapat 10 memperkuat struktur gigi karena
terdepositnya fluor yang terkandung dalam daun teh hijau ( Cabrera at., al, 2006 )
2.2.3.
Taksonomi
Teh hijau
Ditinjau
dari segi sistematikanya, taksonomi teh menurut Tuminah (2004) dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermathophyta
Sub
divisi : Angiospermae
Kelas
: Dicothyledoneae
Ordo
: Clusiale
Famili
: Tehaceae
Genus
: Camellia
Spesies
: Camellia sinensis dan Camellia assamica
2.2.4.
Komposisi
Teh Hijau
Teh
hijau terdiri atas kandungan kimia yang kompleks. Teh mengandung alkaloid, saponin,
tanin, katekin polifenol, 15-20% protein dan 1-4% asam amino seperti tanin,
asam glutamat, triptopan, glycine, serin, tirosin, valin, leucine, threonin dan
arginin. Selain itu, terdapat unsur karbohidrat seperti selulose, glukosa,
pektin dan fruktosa (Amelia
at.,al, 2012)
Teh
hijau juga mengandung berbagai macam mineral dan vitamin (B, C dan E), lipid,
pigmen berupa klorofil dan enzim-enzim yang berperan sebagai katalisator
contohnya enzim amilase, protease, peroksidase dan polifenol oksidase. Daun teh
mengandung zat-zat yang larut dalam air, seperti katekin, kafein, asam amino,
dan berbagai gula. Setiap 100 gram daun teh mempunyai kalori 17 kj dan
mengandung 75-80% air, 16-30% katekin, 20% protein, 4% karbohidrat, 2,5-4,5%
kafein, 27% serat, dan 6% pektin. 10
Kandungan
kimiawi teh hijau sama seperti yang terkandung dalam daun teh segar, yaitu
senyawa polifenol (flavonol, flavanol, flavone, flavavone, isoflavone,
antocyanin), teofilin, teobromin, vitamin C, vitamin E, vitamin B kompleks,
serta sejumlah mineral seperti fluor, fosfor, kalsium, stronsium, Fe, Zn, Mg,
dan Mo. Polifenol yang paling banyak ditemukan dalam teh hijau adalah flavanol,
yaitu katekin. Katekin dalam teh hijau terdiri atas epigallocatechin-3-gallate
(EGCG), epigallatocatechin (EGC), epicatechin-3-gallate (ECG), dan epicatechin
(EC) ( Anwar
et.,al, 2007 )
Zat
kimia yang terkandung dalam teh hijau adalah polifenol 30%, kafein (thenin) 4%,
gula dan getah 3%, asam amino 7%, mineral 4%, protein 16%, lemak 8%, klorofil
dan pigmen lain 1,5%, pati 0,5%, serat kasar, lignin, dan lain-lain 22%.
Kandungan zat kimia yang paling banyak dalam daun teh hijau adalah polifenol
atau cathecins sekitar 30%. Catechins yang terkandung dalam teh hijau dapat
bersifat bakteriostatik atau bakterisid tergantung konsentrasinya. Sebagai
senyawa fenol, catechins dapat bekerja dengan cara merusak dinding sel bakteri
dan membran sitoplasmanya sehingga menyebabkan denaturasi protein. Teh hijau
mempunyai fungsi ganda yaitu kandungan catechins yang mempunyai daya
antimikroba terhadap Streptococcus mutans dan fluor merupakan komponen anorganik
yang dapat memperkuat struktur gigi. Disamping itu, teh hijau juga mempunyai
efek terapeutik terhadap disentri ( Handajani, 2002 ).
2.2.5.
Substansi
Larutan Teh
Menurut Oktanauli
et., al, ( 2011 ) Substansi kimiawi
dalam teh dibagi menjadi empat kelompok besar, yaitu fenol, bukan
fenol, aromatik, dan enzim.
1.
Fenol
Susbtansi fenol dalam teh
hijau yang utama adalah polifenol. Selain itu juga mengandung flavanol yang
komposisinya hampir sama dengan polifenol.
a. Katekin (polifenol)
Katekin bersifat
antimikroba, antioksidan, antiradiasi, memperkuat pembuluh darah, melancarkan
sekresi air seni, dan menghambat sel kanker.
b. Flavanol
Flavanol pada teh
meliputi mono, di, dan triglokosid yang terdiri dari glikon, kaemferol,
kuersetin, dan mirisetin
2.
Bukan fenol
Susbtansi bukan fenol
terdiri atas karbohidrat, pektin, alkaloid, klorofil dan zat warna, protein dan
asam amino, asam organik, resin, vitamin, dan mineral.
a. Karbohidrat
kandungan gula dalam teh
antara lain selulosa bebas, fruktosa, glukosa, dan 2 oligosakarida. Selain itu,
teh juga mengandung glukosa,
ramnosa, galaktosa, dan
arabinosa sebagai komponen glikosida.
b. Pektin
Substansi pektin
merupakan bahan yang ikut menentukan kualitas teh
c. Alkaloid
Alkaloid utama dalam daun
teh adalah kafein. Teh hijau memiliki kandungan kafein sebanyak 6-30mg.
d. Klorofil dan zat warna
Salah satu unsur penentu
kualitas teh hijau adalah warnanya. Warna hijau pada daun teh ditentukan oleh
adanya klorofil.
e. Protein dan asam amino
Kandungan protein yang
tinggi dalam daun teh dapat menurunkan kualitas rasa teh selama pengolahan,
terutama pada teh hitam. Namun, teh hijau tidak begitu berpengaruh dengan
kandungan protein yang tinggi.
f. Asam organik
Dalam proses metabolisme
(terutama respirasi), asam organik berperan penting sebagai pengatur proses
oksidasi dan reduksi. Selain itu, asamorganik juga merupakan bahan pembentuk
karbohidrat, asam amino, dan lemak.
g. Resin
Aroma teh dipengaruhi
oleh kandungan minyak esensial dan resin.
h. Vitamin
Daun teh mengandung
beberapa vitamin, yaitu vitamin C, K, A, B1, dan B2. Teh hijau memiliki
kandungan Vitamin C dan Vitamin K lebih banyak dibandingkan dengan teh lainnya.
i. Mineral
Teh cukup banyak
mengandung mineral, baik makro maupun mikro. Teh banyak berperan dalam fungsi
pembentukan enzim di dalam tubuh sebagai enzim antioksidan dan berperan dalam
berbagai proses metabolisme.
3.
Aromatik Salah satu karakter yang paling
penting untuk menentukan tingkat kualitas teh tergantung pada rasa dan aroma.
Aroma teh, seperti pigmen teh, muncul dari oksidasi senyawa katekin dengan
bantuan enzim.
4.
Enzim Enzim yang terdapat dalam daun teh,
di antaranya invertase, amilase, β- glukosidase, oksimetilase, protease, dan
peroksidase.
2.2.
Definisi folin ciocatev
Pereaksi Folin-Ciocalteu merupakan
larutan kompleks ion polimerik yang dibentuk dari asam fosfomolibdat dan asam
heteropolifosfotungstat. Pereaksi ini terbuat dari air, natrium tungstat,
natrium molibdat, asam fosfat, asam klorida, litium sulfat, dan bromin (Folin
dan Ciocalteu, 1944).
Prinsip metode Folin-Ciocalteu adalah
oksidasi gugus fenolik hidroksil. Pereaksi ini mengoksidasi fenolat (garam
alkali), mereduksi asam heteropoli menjadi suatu kompleks molibdenum-tungsten
(Mo-W). Fenolat hanya terdapat pada larutan basa, tetapi pereaksi Folin-Ciocalteu
dan produknya tidak stabil pada kondisi basa. Selama reaksi belangsung, gugus
fenolik-hidroksil bereaksi dengan pereaksi Folin-Ciocalteu, membentuk kompleks
fosfotungstat-fosfomolibdat berwarna biru dengan struktur yang belum diketahui
dan dapat dideteksi dengan spektrofotometer. Warna biru yang terbentuk akan
semakin pekat setara dengan konsentrasi ion fenolat yang terbentuk, artinya
semakin besar konsentrasi senyawa fenolik maka semakin banyak ion fenolat yang
akan mereduksi asam heteropoli sehingga warna biru yang dihasilkan semakin
pekat (Singleton dan Rossi, 1965).
BAB
III
METODOLOGI
3.1
Waktu dan Tempat
Praktikum dimulai dari pukul 08:00 sampai
10:00 WIB. Praktikum ini dilaksanakan pada hari kamis, tanggal 29 Maret 2018,
di laboratorium pengolahan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi.
3.2
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini
adalah spertrofotometri, kuvet, vortex, labu ukur 25 ml, labu ukur 100 ml,
beaker glass, gelas ukur, Erlenmeyer, dan tabung reaksi. Sedangkan bahan yang
digunakan yaitu teh poci, teh perenjak, teh kayu aro, folin ciocatev, Na2CO3,
asam gala, etanol, dan aquadest.
3.3
Prosedur Kerja
3.3.1 standarisasi asam galat dan pembuatan larutan
induk
Disiapkan semua alat dan bahan yang akan
digunakan. Dimasukkan sebanyak 50 gr asam galat ke dalam erlenmeyer,
ditambahkan 100 ml aquadest dan etanol ( 1:1 ) setelah itu di vortex agar
larutan tercampur. Larutan induk dibuat dengan cara mengambil masing-masing 1
ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, 5 ml, 6 ml, 7 ml dari larutan standar, kemudian
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan 25 ml aquadest dan di dapat konsentrasi larutan masing- masing 20,
40, 60, 80, 100, 120, dan 140 mg / ml.
3.3.2 Larutan sampel
Disiapkan semua alat dan bahan yang akan
digunakan. Ditimbang bubuk teh (teh poci, teh perenjak, teh kayu aro )
masing-masing sebanyak 0,5 gr. Ditambahkan 50 ml aquadest dan 100 ml aquadest +
etanol (1:1), kemudian di vortex hingga larutan benar-benar tercampur. Untuk
mendapatkan endapan dpaat dilakukan dengan sentripuse dengan kecepatan 4000 rpm
selama 40 menit.
3.3.3 Cara analisis
Diambil sebanyak 0,5 ml dari larutan sampel (sampel
standar asam galat). Ditambahkan 5 ml folin clacatev dan 4 ml Na2CO3, kemudian
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan di vortex. Setelah itu di diamkan selama
40 menit di tempat yang gelap. Diukur
absorbansi larutan tersebut menggunakan spektrofotometri dengan panjang
gelombang 725 nm.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Tabel 1. Hasil Absorbansi Larutan Induk
No
|
Konsentrasi
|
Absorbansi
|
1.
|
1 ml
|
0,300 A
|
2.
|
2 ml
|
0,402 A
|
3.
|
3 ml
|
0,772 A
|
4.
|
4 ml
|
0,830 A
|
5.
|
5 ml
|
0,950 A
|
6.
|
6 ml
|
0,862 A
|
7.
|
7 ml
|
1,128 A
|
Table 2. Hasil Blanko, Absorbansi
Sampel Teh, dan Total Fenol
No
|
Sampel
|
Blanko
|
Absorbansi
|
Total
Fenol
|
1.
|
Teh
Perenjak
|
0,279 A
|
0,218 A
|
9,95
|
2.
|
Teh
Poci
|
0,279 A
|
0,195 A
|
7,27
|
3.
|
Teh
Kayu Aro
|
0,279 A
|
0,370 A
|
27,63
|
Table 3. Kurva Standar
No
|
Konsentrasi
|
Absorbansi
|
1.
|
20
|
0,300 A
|
2.
|
40
|
0,402 A
|
3.
|
60
|
0,772 A
|
4.
|
80
|
0,830 A
|
5.
|
100
|
0,950 A
|
Grafik 1. Kurva Standar
4.2
Pembahasan
Senyawa fenol yang paling utama dalam
teh adalah tanin/katekin. Tanin disebut juga sebagai asam tanat atau asam
galotanat. Tanin tidak berwarna sampai berwarna kuning atau coklat. Tanin meliputi
Substansi fenol yang merupakan senyawa paling penting pada daun teh adalah
tanin/catechin. Tanin merupakan senyawa paling kompleks dan tidak berwarna.
Perubahannya di dalam pengolahan langsung atau tidak langsung selalu
dihubungkan dengan semua sifat teh yang siap dikonsumsi, yaitu rasa, warna dan
aroma. Tanin sebagian besar tersusun atas: katekin, epikatekin, epikatekin
galat, epigalo katekin, epigalo katekin galat, galo katekin. Dari seluruh berat
kering daun teh terdapat catechin sekitar 20-30% (Hamdani, dkk. 2009).
Pada sampel teh celup (serbuk),
Sampel C5 memiliki kadar polifenol tertinggi yang merupakan teh hijau Tong Tji
sebesar 91,5 mg GAE/g dan yang terendah adalah teh C9 yang merupakan teh hitam
sebesar 22,9602 mg GAE/g.Perbedaan pengolahan menimbulkan adanya perbedaan yang
cukup berarti dalam kandungan zat aktifnya terutama polifenol. Daun teh hijau
memiliki kandungan polifenol tertinggi, lalu teh oolong kemudian teh hitam
(Fulder, 2004).
Teh hijau mengandung 30-40% polifenol
sedangkan teh hitam hanya 3-10%. Kandungan fenol teh hijau lebih tinggi
dibanding teh hitam. Komponen katekin (EC, EGC, ECG, EGCG) lebih banyak
terdapat dalam teh hijau dibandingkan teh hitam. Dalam teh hitam, sebagian
besar katekin dioksidasi menjadi teaflavin dan tearubigin (Kamal, 2009).
Perbedaan umur daun teh ini juga
menentukan kandungan senyawa polifenol pada daun teh, yang akan berpengaruh
juga pada rasa, aroma, dan warna. Pada sampel teh siap minum, kadar polifenol
tertinggi dimiliki oleh sampel C8 yang merupakan Zestea sebesar 0,0056 mg GAE/g
dan yang terendah adalah sampel C10 yang merupakan Teh Pucuk sebesar 0,0028 mg
GAE/g. Tinggi atau rendahnya kandungan polifenol sampel teh siap minum diduga
karena penambahan komposisi daun teh yang ditambahkan, serta jenis tehnya. Hal
tersebut mengakibatkan hanya ada sedikit kandungan polifenol yang terdapat
dalam teh siap minum (Kamal, 2009).
Pada saat direaksikan antara reagen
Folin-Ciocelteu dengan senyawa fenolik akan terjadi perubahan warna dari kuning
menjadi biru. Intensitas warna biru ditentukan dengan banyaknya kandungan fenol
dalam larutan sampel. Semakin besar konsentrasi senyawa fenolik dalam sampel
semakin pekat warna biru yang terlihat (Singleton dan Rossi, 1965).
Warna biru yang teramati berbanding
lurus dengan konsentrasi ion finolat yang terbentuk, semakin besar konsentrasi
senyawa fenolik maka semakin banyak senyawa fenolat yang terbentuk sehingga
warna biru yang dihasilkan semakin pekat. Fenolat hanya terdapat pada larutan
basa, tetapi pereaksi Folin-Ciocalteu dan produknya tidak stabil pada kondisi
basa (Nely, 2007).
DAFTAR
PUSTAKA
Amelia R, Sudomo
P, Widasari L. 2012. Perbandingan uji efektivitas ekstrak teh hijau ( Camellia
sinensis) sebagai anti bakteri Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli secara in vitro. Vol 23 (4), hal.177 - 182
Anwar
D A, Supartinah
A, Handajani J. 2007. Efek kumur
ekstrak teh hijau ( Camellia sinensis)
terhadap derajat keasaman
dan volume saliva
penderita gingivitis. Indonesia Journal of Dentistry. Vol 14(1), hal. 22
– 6
Cabrera C, Artacho R, Giménez R. 2006. Beneficial
effects of green tea. Journal of The American College of Nutrition. Vol 25 (2), hal. 79 – 99.
Felix M. 2010. Kepraktisan
ekstrak teh hijau. Foodreview Indonesia. Vol 5(1), hal 44.
Folin, dan
Ciocalteu. 1944. On Tyrosine and
Tryptophane Determinations in Proteins. Jour.Bio.Chem., 73 : 627-650, 1927,
in. Todd-Sanford, 10, 412.
Folin, Octo, Ciocalteu, Vintila,
1944, On Tyrosine and Tryptophane Determinations in
Proteins, Jour.Bio.Chem., 73 : 627-650, 1927, in.
Todd-Sanford, 10, 412.
Hamdani., R.
Seprima., A. Suranto dan D. Wiranda. , 2009. Laporan Praktek Kerja Lapangan Pengolahan Teh. USU-Press, Medan.
Handajani J. 2002. Daya imunomodulasi daun
the hijau (Camellia sinensis ). Majalah
Ilmu Kedokteran Gigi Indonesia. Vol
4(7), hal. 175
Kamal, M. 2009. Dasar-dasar Pengolahan Hasil Perkebunan.
Lembaga Pendidikan Perkebunan, Yogyakarta.
Nely, F. 2007. Aktivitas Antioksidan Rempah Pasar dan Bubuk
Rempah Pabrik Dengan Metode Polifenol Dan Uji AOM ( Active Oxsygen Method ). [Skripsi].
Institud Pertanian Bogor. Bogor
Oktanauli
P, Nuning F,
Lidiawati. 2011. Efek
antimikroba polifenol the hijau terhadap Streptococcus mutans. Jurnal Ilmiah
dan Teknologi Kedokteran Gigi; Vol 8(2), hal. 19 - 23
Rohdiana, D.,
Suganda, A. G., dan Wirasutisna, K. R. 2012. “1,1-diphenyl-2-picrylhidrazyl
Free Radical Scavenging Activity and jhj Total Catechins Content of Fifteen
Grades of Indonesian Black Teas”. Dalam Two and Bud. Vol. 59(2), hal. 148- 151.
Singleton, V.L.
and J. A Rossi. 1965. Colorimetry of Tota
Phenolic With Phosphomolybdic- Phosphotungstic Acid Reagen. American
Journal Enology and Viticulture. 16 : 147.
Singleton, V.L. and Rossi, J.A.,
1965, Colorimetry of Total Phenolic with Phosphomolybdic-Phosphotungstic Acid
Reagent, Am. J. Enol. Vitic, 16, 147.
Tuminah, S. 2004.
Teh [Camellia sinensis O.K. var. Assamica (Mast)] sebagai Salah Satu Sumber
Antioksidan. Cermin Dunia Kedokteran No. 144
Widyaningrum N.
2013. Epigallocatechin-3-gallate (EGCG) pada daun teh hijau sebagai anti
jerawat. Majalah Farmasi dan Farmakologi. Vol. 17(3), hal. 95
LAMPIRAN
1.
Perhitungan
dan Pencarian Nilai X
Diketahui : Nilai
y dari masing-masing kelompok
Kelempok 1 = 0,218 A
Kelompok 2 = 0,370 A
Kelompok 3 = 0,195 A
Nilai regresi = 0,9294
Nilai a =
0,0086
Nilai b =
0,1324
Ditanya
: Nilai x ?
Penyelesaian
: y = ax + b
a. Kelompok
1
y = ax + b
0,218 = 0,0086x + 0,1324
0,0086x + 0,1324 = 0,218
0,0086x = 0,218 – 0,1324
0,0086x = 0,0856
x = 9,95
b. Kelompok
2
y = ax + b
0,195 = 0,0086x + 0,1324
0,0086x + 0,1324 = 0,195
0,0086x = 0,195 – 0,1324
0,0086x = 0,0626
x = 7,27
c. Kelompok
3
y = ax + b
0,370 = 0,0086x + 0,1324
0,0086x + 0,1324 = 0,370
0,0086x = 0,370 – 0,1324
0,0086x = 0,2376
x = 27,63
2.
Perhitungan
dan Pencarian Nilai Induk
a.
1 ml = 1 ( 50 mg x 1000 mg / 100 ml
)
25 ml
= 20 mg /
ml
b. 2
ml = 2 ( 50 mg x 1000 mg / 100 ml )
25
ml
=
40 mg / ml
c. 3
ml = 3 ( 50 mg x 1000 mg / 100 ml )
25 ml
= 50 mg / ml
d. 4
ml = 4 ( 50 mg x 1000 mg / 100 ml )
25 ml
= 80 mg / ml
e. 5
ml = 5 ( 50 mg x 1000 mg / 100 ml )
25 ml
=
100 mg / ml
LAMPIRAN
No
|
Gambar
|
Keterangan
|
1.
|
Gambar
1.
Penimbangan
sampel
|
|
2.
|
Gambar
2.
Sampel
di viertex
|
|
3.
|
Gambar
3.
Larutan
sampel
|
|
4.
|
Gambar
4.
Larutan
satandar di voertex
|
|
5.
|
Gambar
5.
Pengambilan
larutan sampel
|
|
6.
|
Gambar
6.
Pembuatan
larutan induk
|
|
7.
|
Gambar
7.
Tabung
reaksi yang berisi larutan induk
|
|
8.
|
Gambar
8.
Larutan
sampel yang telah didiamkan selama 40 menit
|
|
9.
|
Gambar
9.
Larutan
sampel yang dituang ke dalam kuvet
|
|
10.
|
Gambar
10.
Nilai
absorbansi larutan sampel
|