Jumat, 09 November 2018

LAPORAN ANALISIS TOTAL FENOL BERBAGAI MACAM TEH METODE SPEKTROFOTOMETRI


LAPORAN ANALISIS BAHAN PANGAN DAN HASIL PERTANIAN

ANALISIS TOTAL FENOL BERBAGAI MACAM TEH METODE SPEKTROFOTOMETRI
      

  

Disusun oleh : Kelompok 3
                                                 
Nama
Nim
Andri Tri Madani
J1A116040
Nila Elpiana
J1A116046
Willyam Siringo Ringo
J1A116050
Amelia Sari Sinaga
J1A116054


JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Fenol adalah senyawa dengan satu gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada cincin aromatik (Fessenden dan Fessenden 1986). Fenolik merupakan metabolit sekunder yang tersebar dalam tumbuhan. Senyawa fenolik dalam tumbuhan dapat berupa fenol sederhana, antraquinon, asam fenolat, kumarin, flavonoid, lignin dan tanin (Harborne 1996). Senyawa fenolik telah diketahui memiliki berbagai efek biologis seperti aktivitas antioksidan melalui mekanisme sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas, pengkhelat logam, peredam terbentuknya oksigen singlet serta pendonor elektron (Karadeniz et al., 2005).
Aktivitas antioksidan berbanding lurus dengan total fenol, semakin tinggi kandungan fenol dalam suatu bahan semakin tinggi pula aktivitasnya sebagai antioksidan (Huang et al., 2005). Hal ini juga didukung oleh penelitian Hadriyanto (2011) tehadap kulit manggis (Garcinia mangostana L) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang berbanding lurus antara kandungan total fenol dan aktivitas antioksidan.
Fungsi utama antioksidan digunakan sebagai upaya untuk memperkecil terjadinya proses oksidasidan dari lemak dan minyak, memperkecil terjadinya proses kerusakan dalam makanan, memperpanjang masa pemakaian dalam industri makanan, meningkatkan stabilitas lemak yang tekandung dalam makanan serta mencegah hilangnya kualitas sensori dan nutrisi. Lipid peroksidasi merupakan salah satu faktor yang cukup berperan dalam kerusakan selama dalam penyimpanan dan pengolahan makanan (Hernani dan Raharjo, 2005)
Pengguna anantioksidan untuk keperluan industri makanan belakangan ini semakin meningkat. Akan tetapi peningkatan tersebut disertai oleh kekhawatiran akan efek sampingan yang ditimbulkan oleh antioksidan tersebut, karena selama ini antioksidan yang digunakan adalah anioksidan sintetik seperti BHA dan BHT (Adam, conchita dkk, 2013)
Antioksidan akan menghentikan reaksi berantai radikal bebas dalam tubuh bergantung pada jenis antioksidannya. Kelompok antioksidan berdasarkan mekanisme kerjanya dibagi menjadi tiga, yaitu antioksidan primer, antioksidan sekunder, dan antioksidan tersier.
Mekanisme kerjaanti oksidan berdasarkan kelompoknya :
a.       Antioksidan primer yang disebut juga antioksidan enzimatis, meliputi enzim superoksida dismutase (SOD), katalase, glutation peroksidase (GSH-Px) dan protein pengikatlogam. Mekanisme kerja antioksidan primer adalah menghambat radikal bebas dengan cara memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa radikal bebas pembentukan radikal bebas baru dengan cara mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang kurang mempunyai dampak negatif. Sehingga memutus reaksi berantai (polimerisasi) dan mengubah senyawa radikal menjadi lebih stabil.  Kelompok antioksidan ini disebut chain-breaking-antioxydant (Winarsi, 2007).
b.       Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan non enzimatis, banyak terdapat sebagai komponen nutrisi sayuran dan buah­-buahan. Mekanisme kerja antioksidan sekunder adalah dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya, sehingga radikal bebas tidak bereaksi dengan komponen sel (Winarsi, 2007).
c.     Antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA repair dan metionin sulfoksi dan reduktase. Enzim-enzim ini berfungsi dalam perbaikan biomolekul yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas (Winarsi, 2007).
1.2  Tujuan
Tujuan praktikum ini yaitu untuk mengetahui kandungan total fenol yang ada pada produk the kayu aro dan menentukan konsentrasi dari sampel menggunakan analisis regresi.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Teh hijau (Camellia sinensis)  
2.2.1.                  Definisi teh
Teh (Camellia sinensis) merupakan salah satu jenis tanaman yang populer sebagai minuman. Secara umum berdasarkan cara/proses pengolahannya, teh dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu teh hijau, teh oolong, dan teh hitam (Rohdiana, 2009)
Teh hijau adalah teh yang dalam proses pembuatannya tidak mengalami fermentasi. Teh oolong adalah teh yang mengalami semi fermentasi yaitu diproses melalui pemanasan daun dalam waktu singkat setelah penggulungan. Sedangkan teh hitamadalah teh yang pada proses pembuatannya dengan atau mengalami fermentasi penuh. 8 Dalam proses fermentasi ini katekin teh berubah menjadi molekul yang lebih kompleks dan pekat sehingga memberi ciri khas teh hitam yaitu berwarna, kuat, dan terasa tajam. Perbedaan pengolahan dari setiap teh menimbulkan adanya perbedaan khususnya pada kandungan zat aktifnya yaitu polifenol. Urutan kandungan polifenol mulai dari yang tertinggi sampai terendah yaitu teh hijau, teh oolong kemudian teh hitam (Widyaningrum, 2013).
Senyawa polifenol yang bersifat antioksidan dan terkandung dalam teh hijau dipercaya oleh masyarakat memiliki berbagai khasiat seperti menurunkan risiko terkena penyakit jantung, mencegah berbagai macam tipe kanker, membantu memperkuat sel darah merah untuk mengirimkan oksigen ke jantung dan otak, serta membantu mengurangi berat badan ( Felix, 2010 ).
2.2.2.                  Daun Teh hijau
Penelitian daun teh hijau (Camellia sinensis), baik secara in vitro maupun in vivo menunjukkan bahwa polifenol teh memiliki manfaat sebagai antioksidan, antimutagenik, antidiabetes, hipokolesterolemik, antibakteri, antiinflamasi dan antikariogenik. Pada penelitian lain terungkap pula bahwa daun teh hijau dapat 10 memperkuat struktur gigi karena terdepositnya fluor yang terkandung dalam daun teh hijau  ( Cabrera at., al, 2006 )
2.2.3.                  Taksonomi Teh hijau
Ditinjau dari segi sistematikanya, taksonomi teh menurut Tuminah (2004) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermathophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicothyledoneae
Ordo : Clusiale
Famili : Tehaceae
Genus : Camellia
Spesies : Camellia sinensis dan Camellia assamica
2.2.4.                  Komposisi Teh  Hijau
Teh hijau terdiri atas kandungan kimia yang kompleks. Teh mengandung alkaloid, saponin, tanin, katekin polifenol, 15-20% protein dan 1-4% asam amino seperti tanin, asam glutamat, triptopan, glycine, serin, tirosin, valin, leucine, threonin dan arginin. Selain itu, terdapat unsur karbohidrat seperti selulose, glukosa, pektin dan fruktosa (Amelia at.,al, 2012)
Teh hijau juga mengandung berbagai macam mineral dan vitamin (B, C dan E), lipid, pigmen berupa klorofil dan enzim-enzim yang berperan sebagai katalisator contohnya enzim amilase, protease, peroksidase dan polifenol oksidase. Daun teh mengandung zat-zat yang larut dalam air, seperti katekin, kafein, asam amino, dan berbagai gula. Setiap 100 gram daun teh mempunyai kalori 17 kj dan mengandung 75-80% air, 16-30% katekin, 20% protein, 4% karbohidrat, 2,5-4,5% kafein, 27% serat, dan 6% pektin. 10
Kandungan kimiawi teh hijau sama seperti yang terkandung dalam daun teh segar, yaitu senyawa polifenol (flavonol, flavanol, flavone, flavavone, isoflavone, antocyanin), teofilin, teobromin, vitamin C, vitamin E, vitamin B kompleks, serta sejumlah mineral seperti fluor, fosfor, kalsium, stronsium, Fe, Zn, Mg, dan Mo. Polifenol yang paling banyak ditemukan dalam teh hijau adalah flavanol, yaitu katekin. Katekin dalam teh hijau terdiri atas epigallocatechin-3-gallate (EGCG), epigallatocatechin (EGC), epicatechin-3-gallate (ECG), dan epicatechin (EC) ( Anwar et.,al, 2007 )
Zat kimia yang terkandung dalam teh hijau adalah polifenol 30%, kafein (thenin) 4%, gula dan getah 3%, asam amino 7%, mineral 4%, protein 16%, lemak 8%, klorofil dan pigmen lain 1,5%, pati 0,5%, serat kasar, lignin, dan lain-lain 22%. Kandungan zat kimia yang paling banyak dalam daun teh hijau adalah polifenol atau cathecins sekitar 30%. Catechins yang terkandung dalam teh hijau dapat bersifat bakteriostatik atau bakterisid tergantung konsentrasinya. Sebagai senyawa fenol, catechins dapat bekerja dengan cara merusak dinding sel bakteri dan membran sitoplasmanya sehingga menyebabkan denaturasi protein. Teh hijau mempunyai fungsi ganda yaitu kandungan catechins yang mempunyai daya antimikroba terhadap Streptococcus mutans dan fluor merupakan komponen anorganik yang dapat memperkuat struktur gigi. Disamping itu, teh hijau juga mempunyai efek terapeutik terhadap disentri ( Handajani, 2002 ).
2.2.5.                  Substansi Larutan Teh
Menurut Oktanauli et., al, ( 2011 )   Substansi kimiawi dalam teh dibagi menjadi empat kelompok besar, yaitu fenol, bukan fenol, aromatik, dan enzim.
1.       Fenol 
Susbtansi fenol dalam teh hijau yang utama adalah polifenol. Selain itu juga mengandung flavanol yang komposisinya hampir sama dengan polifenol.
a. Katekin (polifenol)
Katekin bersifat antimikroba, antioksidan, antiradiasi, memperkuat pembuluh darah, melancarkan sekresi air seni, dan menghambat sel kanker.
b. Flavanol
Flavanol pada teh meliputi mono, di, dan triglokosid yang terdiri dari glikon, kaemferol, kuersetin, dan mirisetin
2.       Bukan fenol
Susbtansi bukan fenol terdiri atas karbohidrat, pektin, alkaloid, klorofil dan zat warna, protein dan asam amino, asam organik, resin, vitamin, dan mineral.
a. Karbohidrat
kandungan gula dalam teh antara lain selulosa bebas, fruktosa, glukosa, dan 2 oligosakarida. Selain itu, teh juga mengandung glukosa,
ramnosa, galaktosa, dan arabinosa sebagai komponen glikosida.
b. Pektin
Substansi pektin merupakan bahan yang ikut menentukan kualitas teh
c. Alkaloid
Alkaloid utama dalam daun teh adalah kafein. Teh hijau memiliki kandungan kafein sebanyak 6-30mg.
d. Klorofil dan zat warna
Salah satu unsur penentu kualitas teh hijau adalah warnanya. Warna hijau pada daun teh ditentukan oleh adanya klorofil.
e. Protein dan asam amino
Kandungan protein yang tinggi dalam daun teh dapat menurunkan kualitas rasa teh selama pengolahan, terutama pada teh hitam. Namun, teh hijau tidak begitu berpengaruh dengan kandungan protein yang tinggi.
f. Asam organik
Dalam proses metabolisme (terutama respirasi), asam organik berperan penting sebagai pengatur proses oksidasi dan reduksi. Selain itu, asamorganik juga merupakan bahan pembentuk karbohidrat, asam amino, dan lemak.
g. Resin
Aroma teh dipengaruhi oleh kandungan minyak esensial dan resin.
h. Vitamin
Daun teh mengandung beberapa vitamin, yaitu vitamin C, K, A, B1, dan B2. Teh hijau memiliki kandungan Vitamin C dan Vitamin K lebih banyak dibandingkan dengan teh lainnya.
i. Mineral
Teh cukup banyak mengandung mineral, baik makro maupun mikro. Teh banyak berperan dalam fungsi pembentukan enzim di dalam tubuh sebagai enzim antioksidan dan berperan dalam berbagai proses metabolisme.
3.       Aromatik Salah satu karakter yang paling penting untuk menentukan tingkat kualitas teh tergantung pada rasa dan aroma. Aroma teh, seperti pigmen teh, muncul dari oksidasi senyawa katekin dengan bantuan enzim.
4.       Enzim Enzim yang terdapat dalam daun teh, di antaranya invertase, amilase, β- glukosidase, oksimetilase, protease, dan peroksidase.
2.2. Definisi  folin ciocatev
Pereaksi Folin-Ciocalteu merupakan larutan kompleks ion polimerik yang dibentuk dari asam fosfomolibdat dan asam heteropolifosfotungstat. Pereaksi ini terbuat dari air, natrium tungstat, natrium molibdat, asam fosfat, asam klorida, litium sulfat, dan bromin (Folin dan Ciocalteu, 1944).
Prinsip metode Folin-Ciocalteu adalah oksidasi gugus fenolik hidroksil. Pereaksi ini mengoksidasi fenolat (garam alkali), mereduksi asam heteropoli menjadi suatu kompleks molibdenum-tungsten (Mo-W). Fenolat hanya terdapat pada larutan basa, tetapi pereaksi Folin-Ciocalteu dan produknya tidak stabil pada kondisi basa. Selama reaksi belangsung, gugus fenolik-hidroksil bereaksi dengan pereaksi Folin-Ciocalteu, membentuk kompleks fosfotungstat-fosfomolibdat berwarna biru dengan struktur yang belum diketahui dan dapat dideteksi dengan spektrofotometer. Warna biru yang terbentuk akan semakin pekat setara dengan konsentrasi ion fenolat yang terbentuk, artinya semakin besar konsentrasi senyawa fenolik maka semakin banyak ion fenolat yang akan mereduksi asam heteropoli sehingga warna biru yang dihasilkan semakin pekat (Singleton dan Rossi, 1965).




BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
      Praktikum dimulai dari pukul 08:00 sampai 10:00 WIB. Praktikum ini dilaksanakan pada hari kamis, tanggal 29 Maret 2018, di laboratorium pengolahan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi.
3.2 Alat dan Bahan
      Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah spertrofotometri, kuvet, vortex, labu ukur 25 ml, labu ukur 100 ml, beaker glass, gelas ukur, Erlenmeyer, dan tabung reaksi. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu teh poci, teh perenjak, teh kayu aro, folin ciocatev, Na2CO3, asam gala, etanol, dan aquadest.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 standarisasi asam galat dan pembuatan larutan induk
      Disiapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan. Dimasukkan sebanyak 50 gr asam galat ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 100 ml aquadest dan etanol ( 1:1 ) setelah itu di vortex agar larutan tercampur. Larutan induk dibuat dengan cara mengambil masing-masing 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, 5 ml, 6 ml, 7 ml dari larutan standar, kemudian dimasukkan  ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 25 ml aquadest dan di dapat konsentrasi larutan masing- masing 20, 40, 60, 80, 100, 120, dan 140 mg / ml.
3.3.2 Larutan sampel
      Disiapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan. Ditimbang bubuk teh (teh poci, teh perenjak, teh kayu aro ) masing-masing sebanyak 0,5 gr. Ditambahkan 50 ml aquadest dan 100 ml aquadest + etanol (1:1), kemudian di vortex hingga larutan benar-benar tercampur. Untuk mendapatkan endapan dpaat dilakukan dengan sentripuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 40 menit.



3.3.3 Cara analisis
Diambil sebanyak 0,5 ml dari larutan sampel (sampel standar asam galat). Ditambahkan 5 ml folin clacatev dan 4 ml Na2CO3, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan di vortex. Setelah itu di diamkan selama 40 menit di tempat yang gelap.  Diukur absorbansi larutan tersebut menggunakan spektrofotometri dengan panjang gelombang 725 nm.




BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1.  Hasil Absorbansi Larutan Induk
No
Konsentrasi
Absorbansi
1.
1 ml
0,300 A
2.
2 ml
0,402 A
3.
3 ml
0,772 A
4.
4 ml
0,830 A
5.
5 ml
0,950 A
6.
6 ml
0,862 A
7.
7 ml
1,128 A

Table 2. Hasil Blanko, Absorbansi Sampel Teh, dan Total Fenol
No
Sampel
Blanko
Absorbansi
Total Fenol
1.
Teh Perenjak
0,279 A
0,218 A
9,95
2.
Teh Poci
0,279 A
0,195 A
7,27
3.
Teh Kayu Aro
0,279 A
0,370 A
27,63

Table 3. Kurva Standar
No
Konsentrasi
Absorbansi
1.
20
0,300 A
2.
40
0,402 A
3.
60
0,772 A
4.
80
0,830 A
5.
100
0,950 A

Grafik 1. Kurva Standar

4.2 Pembahasan
Senyawa fenol yang paling utama dalam teh adalah tanin/katekin. Tanin disebut juga sebagai asam tanat atau asam galotanat. Tanin tidak berwarna sampai berwarna kuning atau coklat. Tanin meliputi Substansi fenol yang merupakan senyawa paling penting pada daun teh adalah tanin/catechin. Tanin merupakan senyawa paling kompleks dan tidak berwarna. Perubahannya di dalam pengolahan langsung atau tidak langsung selalu dihubungkan dengan semua sifat teh yang siap dikonsumsi, yaitu rasa, warna dan aroma. Tanin sebagian besar tersusun atas: katekin, epikatekin, epikatekin galat, epigalo katekin, epigalo katekin galat, galo katekin. Dari seluruh berat kering daun teh terdapat catechin sekitar 20-30% (Hamdani, dkk. 2009).
Pada sampel teh celup (serbuk), Sampel C5 memiliki kadar polifenol tertinggi yang merupakan teh hijau Tong Tji sebesar 91,5 mg GAE/g dan yang terendah adalah teh C9 yang merupakan teh hitam sebesar 22,9602 mg GAE/g.Perbedaan pengolahan menimbulkan adanya perbedaan yang cukup berarti dalam kandungan zat aktifnya terutama polifenol. Daun teh hijau memiliki kandungan polifenol tertinggi, lalu teh oolong kemudian teh hitam (Fulder, 2004).


Teh hijau mengandung 30-40% polifenol sedangkan teh hitam hanya 3-10%. Kandungan fenol teh hijau lebih tinggi dibanding teh hitam. Komponen katekin (EC, EGC, ECG, EGCG) lebih banyak terdapat dalam teh hijau dibandingkan teh hitam. Dalam teh hitam, sebagian besar katekin dioksidasi menjadi teaflavin dan tearubigin (Kamal, 2009).
Perbedaan umur daun teh ini juga menentukan kandungan senyawa polifenol pada daun teh, yang akan berpengaruh juga pada rasa, aroma, dan warna. Pada sampel teh siap minum, kadar polifenol tertinggi dimiliki oleh sampel C8 yang merupakan Zestea sebesar 0,0056 mg GAE/g dan yang terendah adalah sampel C10 yang merupakan Teh Pucuk sebesar 0,0028 mg GAE/g. Tinggi atau rendahnya kandungan polifenol sampel teh siap minum diduga karena penambahan komposisi daun teh yang ditambahkan, serta jenis tehnya. Hal tersebut mengakibatkan hanya ada sedikit kandungan polifenol yang terdapat dalam teh siap minum (Kamal, 2009).
Pada saat direaksikan antara reagen Folin-Ciocelteu dengan senyawa fenolik akan terjadi perubahan warna dari kuning menjadi biru. Intensitas warna biru ditentukan dengan banyaknya kandungan fenol dalam larutan sampel. Semakin besar konsentrasi senyawa fenolik dalam sampel semakin pekat warna biru yang terlihat (Singleton dan Rossi, 1965).
Warna biru yang teramati berbanding lurus dengan konsentrasi ion finolat yang terbentuk, semakin besar konsentrasi senyawa fenolik maka semakin banyak senyawa fenolat yang terbentuk sehingga warna biru yang dihasilkan semakin pekat. Fenolat hanya terdapat pada larutan basa, tetapi pereaksi Folin-Ciocalteu dan produknya tidak stabil pada kondisi basa (Nely, 2007).




           
           
                                                                 



DAFTAR PUSTAKA
Amelia R, Sudomo P, Widasari L. 2012. Perbandingan uji efektivitas ekstrak teh hijau ( Camellia sinensis) sebagai anti bakteri Staphylococcus  aureus dan Escherichia coli secara in vitro. Vol 23 (4), hal.177 - 182
Anwar  D  A,  Supartinah  A, Handajani  J. 2007. Efek  kumur  ekstrak  teh  hijau ( Camellia  sinensis)  terhadap  derajat  keasaman  dan  volume  saliva  penderita gingivitis. Indonesia Journal of Dentistry. Vol 14(1), hal. 22 – 6
Cabrera C, Artacho R, Giménez R. 2006. Beneficial effects of green tea. Journal of The American College of Nutrition. Vol  25 (2), hal. 79 – 99.
Felix M. 2010. Kepraktisan ekstrak teh hijau. Foodreview Indonesia. Vol 5(1), hal 44.
Folin, dan Ciocalteu. 1944. On Tyrosine and Tryptophane Determinations in Proteins. Jour.Bio.Chem., 73 : 627-650, 1927, in. Todd-Sanford, 10, 412.
Folin, Octo, Ciocalteu, Vintila, 1944, On Tyrosine and Tryptophane Determinations in Proteins, Jour.Bio.Chem., 73 : 627-650, 1927, in. Todd-Sanford, 10, 412.
Hamdani., R. Seprima., A. Suranto dan D. Wiranda. , 2009. Laporan Praktek Kerja Lapangan Pengolahan Teh. USU-Press, Medan.
Handajani J. 2002. Daya imunomodulasi daun the hijau (Camellia   sinensis ). Majalah Ilmu Kedokteran Gigi Indonesia. Vol  4(7), hal. 175
Kamal, M. 2009. Dasar-dasar Pengolahan Hasil Perkebunan. Lembaga Pendidikan Perkebunan, Yogyakarta.
Nely, F. 2007. Aktivitas Antioksidan Rempah Pasar dan Bubuk Rempah Pabrik Dengan Metode Polifenol Dan Uji AOM ( Active Oxsygen Method ). [Skripsi]. Institud Pertanian Bogor. Bogor
Oktanauli  P,  Nuning  F,  Lidiawati. 2011. Efek  antimikroba  polifenol  the hijau terhadap Streptococcus  mutans. Jurnal  Ilmiah  dan  Teknologi  Kedokteran Gigi; Vol  8(2), hal. 19 - 23  
Rohdiana, D., Suganda, A. G., dan Wirasutisna, K. R. 2012. “1,1-diphenyl-2-picrylhidrazyl Free Radical Scavenging Activity and jhj Total Catechins Content of Fifteen Grades of Indonesian Black Teas”. Dalam Two and Bud. Vol. 59(2), hal. 148- 151.
Singleton, V.L. and J. A Rossi. 1965. Colorimetry of Tota Phenolic With Phosphomolybdic- Phosphotungstic Acid Reagen. American Journal Enology and Viticulture. 16 : 147.
Singleton, V.L. and Rossi, J.A., 1965, Colorimetry of Total Phenolic with Phosphomolybdic-Phosphotungstic Acid Reagent, Am. J. Enol. Vitic, 16, 147.


Tuminah, S. 2004. Teh [Camellia sinensis O.K. var. Assamica (Mast)] sebagai Salah Satu Sumber Antioksidan. Cermin Dunia Kedokteran No. 144
Widyaningrum N. 2013. Epigallocatechin-3-gallate (EGCG) pada daun teh hijau sebagai anti jerawat. Majalah Farmasi dan Farmakologi. Vol. 17(3), hal. 95














LAMPIRAN
1.      Perhitungan dan Pencarian Nilai X
Diketahui : Nilai y dari masing-masing kelompok
Kelempok 1 = 0,218 A
Kelompok 2 = 0,370 A
Kelompok 3 = 0,195 A
Nilai regresi = 0,9294
Nilai a          = 0,0086
Nilai b          = 0,1324
Ditanya : Nilai x ?
Penyelesaian : y = ax + b
a.       Kelompok 1
y = ax + b
0,218 = 0,0086x + 0,1324
0,0086x + 0,1324 = 0,218
0,0086x = 0,218 – 0,1324
0,0086x = 0,0856
x = 9,95
b.      Kelompok 2
y = ax + b
0,195 = 0,0086x + 0,1324
0,0086x + 0,1324 = 0,195
0,0086x = 0,195 – 0,1324
0,0086x = 0,0626
x = 7,27
c.       Kelompok 3
y = ax + b
0,370 = 0,0086x + 0,1324
0,0086x + 0,1324 = 0,370
0,0086x = 0,370 – 0,1324
0,0086x = 0,2376
x = 27,63
2.      Perhitungan dan Pencarian Nilai Induk
           
a.       1 ml = 1 ( 50 mg x 1000 mg / 100 ml ) 
                              25 ml
= 20 mg / ml

b.      2 ml = 2 ( 50 mg x 1000 mg / 100 ml )   
25 ml
= 40 mg / ml

c.       3 ml = 3 ( 50 mg x 1000 mg / 100 ml )  
25 ml
= 50 mg / ml

d.      4 ml = 4 ( 50 mg x 1000 mg / 100 ml )  
25 ml
= 80 mg / ml

e.       5 ml = 5 ( 50 mg x 1000 mg / 100 ml )  
25 ml
= 100 mg / ml



LAMPIRAN
No
Gambar
Keterangan




1.




Gambar 1.
Penimbangan sampel



2.




Gambar 2.
Sampel di viertex



3.



Gambar 3.
Larutan sampel



4.




Gambar 4.
Larutan satandar di voertex




5.




Gambar 5.
Pengambilan larutan sampel




6.




Gambar 6.
Pembuatan larutan induk




7.




Gambar 7.
Tabung reaksi yang berisi larutan induk




8.



Gambar 8.
Larutan sampel yang telah didiamkan selama 40 menit





9.




Gambar 9.
Larutan sampel yang dituang ke dalam kuvet




10.




Gambar 10.
Nilai absorbansi larutan sampel