I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sagu (Metroxylon Spp) merupakan salah satu komoditi yang tinggi kandungan karbohidrat sehingga dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat disamping beras, jagung, atau singkong. Sagu dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan baku industri. Tanaman sagu tumbuh secara alami terutama di daerah dataran atau rawa dengan sumber air yang melimpah. Tanaman sagu memiliki kemampuan tumbuh di lahan marginal, sehingga tanaman sagu menjadi salah satu sumber pati andalan pada masa mendatang. Potensi produksi sagu di Indonesia diperkirakan sebesar 2 juta ton per tahun. Luas areal tanaman di Indonesia diperkirakan terdiri dari 1.250.000 Ha berasal dari hutan dan 148.000 Ha areal perkebunan. Produksi sagu di Indonesia tersebar di beberapa daerah antara lain Irian Jaya, Sulawesi, Kalimantan, Kepulauan Riau, Kepulauan Mentawai (Flach, 1997). Indonesia memiliki potensi sagu sekitar 50% dari produksi sagu dunia, dan sekitar 90% potensi sagu Indonesia ada di Papua, termasuk Papua Barat (Jong dan Widjono, 2007). Potensi sagu indonesia yang cukup tinggi dapat memacu pengembangan industri sagu indonesia. Di Lampung, tanaman sagu tumbuh secara alami pada daerah rendah. Secara kuantitatif populasi sagu di Lampung tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan matrial baku untuk industri sagu. Beberapa daerah potensial perkebunan sagu di Lampung yaitu daerah Palas Kabupaten Lampung Selatan dan daerah Lempasing Teluk Betung Barat (Kamal et al., 2000).
Proses pengolahan hasil pertanian menghasilkan produk dan buangan berupa limbah. Limbah merupakan buangan yang tidak dimanfaatkan dan merugikan produsen bila tidak dikelola dengan baik. Pati sagu diperoleh dari hasil ekstraksi batang sagu yang berumur 5 - 8 tahun. Empelur batang sagu (Metroxylon Spp) mengandung pati sebesar 18,8% sampai 38,8% (berat basah), sedangkan dalam berat kering per tanaman dapat mencapai 250 Kg (Flach, 1997). Proses ekstraksi mengakibatkan air yang terbuang akan mengandung pati (Bujang dan Ahmad, 2000). Industri sagu umumnya melakukan proses pengolahan di daerah yang dekat sumber air seperti di pinggir sungai ataupun anak sungai, karena batang sagu yang berasal dari perkebunan atau hutan dibawa ketempat produksi dengan menggunakan transportasi air. Industri pengolahan sagu dengan kapasitas yang besar dapat menyebabkan terjadi akumulasi sisa pati sagu hasil pengolahan sagu. Menurut Bujang dan Ahmad (2000), untuk menghasilkan 1 Kg tepung sagu akan dihasilkan sekitar 20 Liter air limbah. Bila hal ini berlangsung terus menerus maka akan terjadi akumulasi limbah sagu yang akan mengakibatkan pencemaran air sungai (Amos, 2010).
Keberadaan limbah yang dihasilkan dari proses produksi akan menjadi kendala pengembangan usaha bila tidak ditangani dengan benar yang berpotensi merusak lingkungan. Air limbah industri sagu mengandung bahan organik dalam jumlah besar. Kandungan bahan organik yang terdapat dalam air limbah industri sagu yaitu berupa pati, serat, lemak, dan protein. Menurut Phang et al. (2000) dalam Singhal et al. (2008) Air limbah industri sagu memiliki rasio karbon, nitrogen, dan posfor yang sangat tinggi yaitu (105:0,12:1). Bahan organik yang cukup tinggi dalam air limbah akan mempengaruhi kebutuhan oksigen mikroorganisme dalam mendegradasi bahan organik tersebut.
Menurut Jenie dan Rahayu (1993), limbah dengan kandungan bahan organik dalam konsentrasi tinggi sesuai untuk diproses dengan fermentasi anaerobik.
Pemanfaatan proses anaerobik untuk pengolahan limbah domestik dan limbah industri mempunyai tingkat keberhasilan yang cukup tinggi. Air limbah industri sagu yang mengandung bahan organik yang tinggi, tepat bila dikelola melalui proses fermentasi anaerobik. Pengolahan air limbah secara anaerobik pada dasarnya merupakan penguraian senyawa organik oleh mikroorganisme dalam kondisi tanpa oksigen dan menghasilkan biogas sebagai produk akhir.
Degradasi bahan organik pada air limbah sagu akan terganggu apabila terdapat senyawa yang mampu menghambat aktivitas mikroorganisme. Menurut Flach (1977) dalam Syakir et al. (2008), menyatakan bahwa dalam batang sagu terdapat asam asam fenolat. Komposisi senyawa fenol batang sagu adalah kurang dari 1% sedangkan kadar lignin berkisar antara 9 hingga 22% (Pei-Lang et al., 2006). Senyawa fenol dapat bersifat racun bagi pertumbuhan mikroorganisme. Sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap sumber mikroorganisme yang dapat bertahan dan mendegradasi bahan organik dalam air limbah industri sagu.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu:
1. Menyeleksi sumber mikroorganisme yang paling berpotensi mendegradasi bahan organik dalam air limbah industri sagu.
2. Mengetahui kinerja sumber mikroorganisme terpilih dalam pembentukan biogas dari air limbah industri sagu.
C. Kerangka Pemikiran
Rasio (C:N:P) pada air limbah industri sagu cukup tinggi yaitu (105:0,12:1). Rasio karbon menunjukkan adanya bahan organik berupa carbon dan nitrogen. Bahan organik yang cukup tinggi dalam suatu badan air akan terurai secara biologis oleh mikroorganisme yang terdapat dalam badan air tersebut. Mikroorganisme tersebut memerlukan oksigen dalam proses penguraian bahan organik. Sehingga kandungan oksigen dalam badan air akan berkurang seiring dengan meningkatnya aktivitas mikroorganisme pengurai bahan organik. Secara ideal, air limbah yang mengandung bahan organik yang cukup tinggi tepat dikelola secara fermentasi sistem anaerob. Fermentasi sistem anaerob melibatkan mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik. Kondisi pada fermantasi anaerob tersebut yaitu tanpa menggunakan oksigen.
Kendala dalam pengelolaan air limbah industri sagu secara fermentasi anaerob yaitu adanya senyawa yang bersifat toksik terhadap aktivitas mikroorganisme pengurai. Senyawa tersebut berupa senyawa fenol. Senyawa fenol berasal dari hasil ekstraksi batang sagu. Senyawa fenol dalam batang sagu akan ikut terekstrak karena sifatnya yang larut sebagian dalam air. Kandungan senyawa fenol dalam batang sagu kurang dari 1% (Pei-Lang et al., 2006). Senyawa fenol yang terlarut dalam air limbah dapat menyumbang nilai COD yang cukup tinggi.
Penelitian yang dilakukan yaitu menyeleksi sumber mikroorganisme yang mampu beradaptasi dan mendegradasi bahan organik yang terdapat dalam air limbah industri sagu. Sumber mikroorganisme yang digunakan antara lain sludge PT. NSP Riau, Activated Growth PMV Chem 7275, dan BioCK. Sumber mikroorganisme yang digunakan merupakan mikroorganisme jenis pengurai. Sludge merupakan lumpur yang berasal dari kolam IPAL industri sagu sehingga diharapkan sumber mikroorganisme tersebut telah beradaptasi dengan air limbah industri sagu. Activated Growth PMV Chem 7275 dan BioCK merupakan mikroorganisme komersial yang tergolong jenis mikroorganisme pengurai. Masing-masing sumber mikroorganisme memfermentasi air limbah sagu. Mikroorganisme terpilih kemudian diuji kinerjanya dalam membentuk biogas.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa senyawa fenolik dapat didegradasi, menurut Wang et al. (2007), komponen fenol dalam air limbah dapat didegradasi secara biologis dengan menggunakan mikroorganisme khusus yaitu Acinetobacter sp sedangkan menurut Fang et al. (2006) juga melaporkan senyawa fenol dalam air limbah dapat didegradasi secara anaerobik oleh akumulasi lumpur yang mengandung mikroorganisme yang telah beradaptasi dengan air limbah (upflow anaerobic sludge blanket) pada suhu 55oC dengan waktu tinggal hidrolik (HRT) selama 40 hari pada air limbah dengan kandungan fenol sebanyak 630 mg/L dan nilai COD 1500mg/L. Mikroorganisme yang terakumulasi di dalam lumpur
tersebut antara lain Clostridium, Thermotogales sp, Fervidobacterium, Moorella thermoacetica, Moorella glycerini. Penelitian lanjutan yang dilakukan yaitu uji biodegradability air limbah industri sagu dengan menggunakan sludge dari bioreaktor biogas komersial. Penggunaan sludge dari bioreaktor biogas komersial sebagai penguji kemampuan degradasi karena dianggap mampu mendegradasi bahan organik dalam air limbah sagu dengan baik.
Proses seleksi sumber mikroorganisme ini diharapkan dapat mengoptimalkan proses degradasi dan produksi biogas yang berasal dari air limbah industri sagu.
Skema kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Skema kerangka Pemikiran.
Rasio C:N:P air limbah sagu yaitu (105:0,12:1)
Fermentasi Anaerob
(Jenie dan Rahayu (1993)
Kandungan fenol dalam batang sagu kurang dari 1% (Pei-Lang et al., 2006).
Seleksi mikroorganisme
Clostridium, Thermotogales sp, Fervidobacterium, Moorella thermoacetica, Moorella glycerini